Hadiah Kecil dari Sebuah Kebaikan
Di sebuah desa kecil bernama desa tentram, terdapat seorang anak yang masih berada di bangku SMP yang selalu menunjukkan wajah riangnnya. Dia bernama Tito. Dia selalu berpenampilan serba sederhana. Ayahnya selalu mengajarinya hal hal yang baru. Sedangkan ibunya selalu memberi nasehat kepadanya, agar selalu menjadi anak yang baik kepada siapa saja.
Hingga suatu hari, tito bermain bersama teman temannya. "Tito! Kamu mau main bola?" ajak salah satu temannya. "Tentu" Jawab Tito. Seperti biasanya, dia selalu sopan kepada siapa saja, termasuk kepada teman sebayanya. Mereka pun bermain dengan riang. membawa bola kesana kemari. "Tito, ini!" kata salah satu temannya. Lalu, Tito pun menendang bolanya. Namun, bukan bola yang ia tendang, melainkan sebuah batu yang lumayan besar. Ia menendangnya tak sengaja.
Sontak ia pun menjerit kesakitan. "Aduh!" Jeritnya. "Kenapa, To?" kata Rian, salah seorang sahabatnya. "Aduh, kakiku, Yan. Aku tidak sengaja menendang batu ini." kata Tito. "Yah mau bagaimana lagi, To? Ya sudah, kamu duduk di sana dulu ya? Istirahat dulu. Nanti pasti baikan. Percaya deh." Kata Rian meyakinkan. Tito yang polospun mengikuti saran sahabatnya itu. Dia duduk dikejauhan melihat jalannya permainan teman temannya, sambil meringis menahan kesakitan.
Permainan mereka pun selesai. Rian menghampiri sahabatnya yang baru saja menendang batu itu. "Bagaimana permainannya Rian? Seru?" Tanya Tito yang sedari tadi hanya melihat mereka bermain. "Seru, To. Kamu rugi gak ikut tadi." Kata Rian. "Yuk kita pulang. Sudah sore nih." lanjutnya. "Yuk!" Tito mengangguk. Namun, tak disangka, Tito tidak dapat berdiri. "Rian, Bisa bantu aku? Tolong berdirikan aku, ya? aku tidak bisa berdiri nih." Kata Tito. "Ah, gak usah pura pura deh, To. Pasti kamu udah baikan, kan kamu udah istirahat. Lagi pula hanya nendang batu segitu, gak mungkin separah itu, kan?" Kata Rian ragu. "Serius, Yan. Aku tidak bisa berdiri nih." Kata Tito meyakinkan. "Ya sudah deh, ayo!" Kata Rian seraya mengulurkan tangannya. Setelah Tito berdiri, Rianpun membantu Tito berjalan sampai ke rumahnya. Setelah sampai di rumahnya, Rian pun pamit pulang.
Sesampainya dirumah, Tito menceritakan kejadiannya yang baru saja ia dapat. Orang tuanya hanya merespon seperti bisanya, tak terlalu memperhatikan luka Tito. Mereka pikir itu hal yang biasa.
Keesokan harinya, Tito tak kunjung keluar kamarnya, meskipun mentari sudah tinggi. Karena curiga, ibunya pergi ke kamar Tito, untuk mengeceknya. "Tito...?" panggil ibunya sambil mengetuk pintu kamarnya yang hanya terbuat dari papan. "Ada apa, Bu? Masuk saja, tidak dikunci." kata sebuah suara dari balik pintu yang tak lain adalah Tito. Ibunya pun masuk ke kamarnya. "Tito, kamu kenapa, Nak? Kenapa kamu murung? Tak biasanya kamu murung. Ayo cerita sama Ibu." kata Ibunya.
"Kaki aku sakit, Bu. Aku tidak bisa menggerakkannya. Aku ingin keluar rumah dan bermain bersama teman teman, Bu." Kata Tito. Suaranya sedikit bergetar. Kelihatannya seperti orang yang akan menangis. Ibunya pun mencoba memegang kaki Tito, tapi.... "Aduh. Sakit, Bu." Kata Tito. "Ibu akan segera kembali. Ibu akan panggil ayah di sawah. Kamu istirahat saja dulu." kata Ibunya. Tito hanya mengiyakan.
Di sawah, ibu Tito menceritakan kejadian yang menimpa anak semata wayangnya kepada suaminya. "Sebaiknya kita panggil Pak Hari saja. Dia satu satunya dokter yang baik di sini. Mungkin dia tidak akan menarik biaya dari kita, Bu. Sekarang Ibu pergi ke rumah saja, menemani Tito. Aku akan ke rumahnya Pak Hari minta bantuan." Kata Ayah Tito. "Baik Pak." jawab ibu Tito. Mereka pun pergi ke tempat tujuan masing masing.
Di tengah kesunyian kamarnya, Tito dikagetkan oleh sebbuah suara derit pintu. "Selamat siang, Tito. Bagaimana kabarmu?" Sebuah suara berat terdengar oleh Tito. Terlihat di sudut pintu, ada seseorang yang berdiri menggunakan sebuah jas dokter. "Pak Hari, kenapa Bapak ke sini?" Tanya Tito. "Bapak, sudah dengar ceritanya dari ibu kamu." Kata Pak Hari. "Boleh bapak periksa?" Lanjutnya. Tito hanya mengangguk pelan.
Setelah diperiksa, Pak Hari pergi meninggalkan Tito sendirian dan menemui ibunya. "Ibu, sepertinya anak Ibu harus dioperasi." Kata Pak Hari mengejutkan. "Lho, kenapa pak?" Tanya Ibunya khawatir. "Begini bu, Kaki anak ibu sepertinya patah. Saya tidak bisa mengobatinya. Untuk itu, ibu perlu pergi ke rumah sakit terdekat dan mengoperasinya. Saya mohon maaf karena tidak bisa membantu sama sekali." Kata dokter. Ibu Tito sangatlah tertekan akan berita itu. Dia sangat terkejut dengan keadaan anak semata wayangnya itu. Ditambah lagi, anak itu harus dioperasi. "Makan saja susah, apalagi harus membayar biaya operasi anakku?" Pikir ibu Tito. Tak lama Dokter itu pamit untuk pulang.
Malam harinya, Orang tua Tito berembuk. Mereka kebingungan, kemana harus mencari dana untuk operasi. Akhirnya mereka sepakat untuk mengoperasi Tito dengan cara meminjam dana kepada Pak Sikumbang, orang terkaya di desa itu. Namun, sebelum itu mereka bertanya terhadap tito akan usulan mereka.
"Aku gak mau dioperasi, bu." Kata suara kecil yang sedang terbaring. "Tapi, jika kau tak segera dioperasi, maka kamu..." belum sempat ibunya menyelesaikan perkataannya, tito menyelanya, "Tapi, dari mana uang itu, Bu? Aku gak mau membebani ibu dan bapak. lagipula, bukankah utang ibu dan bapak sudah banyak?" Kata Tito. "Sudahlah, Bu. Lebih baik seperti ini. nanti juga sembuh. Tito tidak akan berhenti memohon kepada tuhan agar Tito diberi kesembuhan." Lanjutnya. Tak kuasa, ibunya minitikkan air mata mendengar anaknya yang tetap memikirkan keuangan keluarganya, meskipun dia terbaring sakit. "Baiklah, Nak. Jika itu maumu. Tapi, jika ini semakin parah, kami akan segera mengoperasimu." Kata ibunya. Tito hanya mengangguk.
Beberapa hari berselang setelah kejadian itu. Karena Tito sudah lama tak masuk sekolah, maka teman sekelasnya menjenguknya. "Hai Tito, apa kabar." Kata Rian, sahabat karibnya. "Aku sedang gak enak badan, nanti pasti sembuh, kok. Tenang saja." Kata Tito menenangkan teman-temannya. "Tapi, kau kelihatannya baik-baik saja, memangnya kau sakit apa?" Kata Fifi, temannya yang paling kaya di sekolahnya. "Hanya demam biasa, kok." Sahut Tito. Namun, kebohongan yang diberitahu Tito dibongkar sudah oleh ibunya, "Tito bukan sakit demam. kakinya patah. Jadi, Ibu mohon doanya, ya" Teman temannya mengiyakan permintaan ibunya.
Keesokan harinya, tak disangka-sangka, Fifi datang kerumah Tito untuk mejenguknya. "Jadi, bagaimana perkembangan Tito?" Tanya ayah Fifi kepada ibunya Tito. "Belum ada perkembangan, pak" Sahut ibu Tito. "Begini, bu. Maksud kami datang ke sini adalah untuk membantu Tito untuk menjalani operasi." Kata Ayah Fifi mengejutkan. "Membantu?" tanya Ayah Tito. "Iya, Kami sudah tahu permasalahannya. Kalian tidak punya cukup uang untuk mengoperasi Tito, kan." "Ya, itu memang benar, tapi mengapa anda mau menolong kami?" Tanya Ayah Tito.
"Jadi begini, Dulu, Fifi, anak kami, pernah hampir saja mati tenggelam di sungai dekat sini. Lalu, Dia diselamatkan oleh Tito. Kami hanya ingin membalas budi kepada Tito yang sudah menolong anak kami. jadi, kami mohon dengan sangat untuk diterima bantuan dari kami." Kata ayah Fifi panjang lebar. "Sebenarnya kami juga setuju untuk mengoprasikan anak kami, tapi anak kami enggan untuk dioprasi." Kata ibunya Tito. "Biarkan kami berbicara terlebih dahulu pada anak ibu." Kata Ayah Fifi.
"Hai, Tito. bgaimana kabarmu?" tanya Fifi. "aku baik" kata Tito. "Kamu mau tidak, kalau seandainya aku beri uang untuk operasi." Kata Fifi. "Tidak terima kasih, aku sudah baikan, kok." Kata Tito. "Tapi aku serius, anggap saja sebagai tanda terima kasih dariku. Bukankah kau yang menyelamatkan aku ketika aku hampir tenggelam di sungai?" Kata Fifi. "Tapi aku melakukannya dengan ikhlas." Kata Tito. "Tapi, aku juga ikhlas membantumu. Ayah juga sudah setuju untuk membantumu." Kata Fifi meyakinkan. Tampak Tito sedang berfikir. "Baiklah, jika kau memaksa." Tampak Fifi begitu senang mendengarnya.
Akhirnya, Keesokan harinya Tito pergi ke Rumah Sakit Sehat Sentosa untuk dioperasi. Untungnya, operasi itu berjalan dengan lancar. Akahirnya, Tito Sehat kembali seperti semula. Tito dan orang tuanya tak henti-hentinya mengucapkan syukur atas karunia yang diberikan oleh tuhan.
Komentar