Kontes melukis
Kontes
melukis tahunan disekolahku selalu sangat lah ramai. Seperti tahun tahun
sebelumnya, tahun inipun kontes melukis di sekolahku sanagt ramai
diperbincangkan. Tahun ini, rencananya aku akan ikut. Aku ingin membuktikan
kepada sahabatku kalau lukisanku layak dipajang di gallery sekolah ini yang
terkenal sangat susah untuk memajangnya disana. Walupun kemampuanku tak bisa
dibilang sangat jago, tapi aku akan tetap berusaha, demi hobiku.
“Ibara,
kelas sebelas A ingin mendaftar sebagai pelukis di kontes tahunan.” Kataku
seraya mengajukan formulir pada resepsionis. “Tentu. Saya dengar tahun ini Riko
juga ikut lho. Jadi, Semoga beruntung.” Katanya. “Riko? Siapa dia?” tanyaku
heran. “Kau tak tahu Riko? Anak kapan kau? Dia pelukis legendaris di sekolah
kita. Dia pemenang 2 kali berturut turut kontes tahunan ini. Lukisannya sangat
khas. Masak kau tidak tahu?” balasnya sengit. “Segitu hebatnya kah dia? Lalu
apa masalahnya? Kau tak tahu aku? Aku
lebih hebat darinya. Aku akan mematahkan rekornya. Tahun lalu aku hanya malas
untuk ikut serta.” Jawabku agak sombong. Sedikit berbohong tak apa kan?
Sebenarnya tahun lalu aku takut kalah jadi, aku tidak ikut serta.
Selepas
keluar dari antrian panjang pendaftaran, aku ditemui sahabatku. “Bagaimana? Kau
jadi mendaftar?” tanyanya. Aku jawab dengan menyodorkan kartu pengenal yang
baru saja aku dapat sambil tertawa. “Nih. Akan aku buktikan.” Kataku penuh
percaya diri. “Meskipun aku tahu kau akan kalah dengan Riko, tapi aku akan
tetap mendukungmu. Semangat ya?!” Katanya. “Nah gitu dong. Itu namanya
sahabat.” Kamipun berlalu sambil terkekeh bersama.
Hari-H
pun tiba semua sudah aku persiapkan jauh sebelum hari-H. Mulai dari pensil,
kanvas, engsel, sampai cat sudah siap. Yang belum siap adalah otakku. Sampai
detik ini, aku belum menemukan satupun ide untuk menggambar. “Gimana nih
rik. Aku gak ada ide nih sampai
sekarang. Kamu ada gak?” tanyaku penuh harap. “Gak ada nih. Lagi kosong. Kamu
sih, seharusnya sebelum mendaftar harus tahu ide apa yang mau digambar.” “Iya
Erik sahabatku.” Kataku memelas, agar tidak ditambahi marahnya. “Oh iya, aku
baru ingat. Kan ada tema tertentu, jadi kamu gak perlu pusing cari ide.”
Katanya. Akhirnya dia ngasih saran, seperti biasanya. “Wah, benar juga. Thanks
ya, Rik! Kamu yang terbaik deh.” Pujiku.
Akhirnya
waktunya tiba. Waktu dimana aku berkutat dengan pensil dan cat. Waktu dimana
aku bertarung dan mengalahkan Riko. Tema pun sudah diberikan. Tema yang
diberikan adalah sekolahku. Pada awalnya aku masih bingung, apa yang aku harus
gambar. Lalu aku memutuskan menggambar muka depan sekolah pasti terlihat gagah.
Ya! Aku coba menggambarnya! Akan aku buat sekolahku terlihat gagah, segagah
istana.
Ku coba mulai menggores pensil di tangan kanan ku. Sedikit demi sedikit mulailah tercipta maha karyaku. tak perlu menunggu terlalu lama, akhirnya sketsa kasarnya pun sudah selesai dibuat. "Tinggal memperhalus sketsa dan mewarnai saja" pikirku. Ku lanjutkan gambaranku dengan lebih hati hati guna memperoleh hasil yang lebih maksimal. Sketsanya pun telah jadi. Ku timang timang. Ku lihat lihat. "Mungkin ada yang kurang" pikirku.
Karena itu ku coba tambahkan beberapa burung yang berterbangan, supaya terlihat lebih hidup. Yah, hasilnya cukup memuaskan. Lalu aku lanjutkan dengan mewarnai dengan cat minyak favoritku. Sedikit demi sedikit, lukisanku mulai tampak. Hingga keseluruhan sudah aku cat. Aku pikir lukisanku cukup bagus, mungkin yang paling bagus disini. Kemudian aku serahkan lukisanku kepada juri untuk dinilai.
Ketika pengumuman pemenang akan diumumkan, aku sempat grogi, apakah aku bisa menang melawan Riko yang terkenal hebat itu. Hingga akhirnya,
"Dan pemenangnya adalah..." kata sang pembawa acara dengan lantang. "Lagi lagi Riko! Lukisan yang khas selalu ia tampakkan. Kali ini dia menggambar sekolah kita dari udara. Cukup mengesankan bukan?" lanjutnya. "Oh iya, saya mendapat pesan dari juri bahwa ada satu lagi lukisan yang dinilai pantas untuk masuk gallery" ternyata pengumumannya belum selesai. Akupun mendongakkan kepalaku, berharap lukisankulah yang disebut. "Meskipun tak dapat juara, yang penting masuk gallery" begitu pikirku.
"Jadi, lukisan itu adalah..." suaranya membikin penasaran penonton, termasuk aku. "Ibara! Selamat!" akupun bersorak gembira. akhirnya aku bisa membuktikan kemampuanku ke sahabatku. "gimana rik? sekarang perrcaya?" tanyaku ke sahabatku sedikit meledek. "iya deh, iya. sekarang percaya. ntar ngambek lagi." kamipun tertawa penuh gembira hari itu.
Komentar