Orang Misterius di Pinggir Laut
Aku selalu
jalan jalan sekali seminggu, meskipun hanya sekedar berjalan jalan ke pinggir
laut. Entah mengapa, aku merasa sreg aja disana. Aku merasa tenang ketika berada
disana. Entah mengapa pula, jarang sekali orang orang pergi ke sana. Tapi aku
tak pernah memperdulikannya. Hingga akhirnya ada seseorang
Seperti
biasanya, di hari minggu, aku pergi ke tempat favoritku, Pinggir laut. Aku
pergi kesana dengan mengendarai sepeda merahku yang sudah berdebu. Tak butuh
waktu lama, aku pun sampai disana. Tapi, hari ini sedikit berbeda. Tak biasanya
ada orang disana. Entah kebetulan atau tidak, tapi dia tepat berada di tempat
ku biasanya menikmati pemandangan laut yang tenang ini. Yah, mau tak mau, aku
menghampirinya, karena tak ada lagi tempat teduh selain spot-ku yang
satu itu.
“Hai, boleh
aku duduk di sini? Seperti yang kau lihat, tak ada tempat teduh lainnya.”
Tanyaku. Dia hanya menoleh menatapku, lalu dia mengangguk pelan. Selama sepuluh
menit, kami saling berdiam diri. Lalu, suara dering sebuah HP memecah kesunyian
diantara kami. Tak lama kemudian, dia mulai bangkit. Aku pikir dia akan pergi.
“ Hei, ada apa? Kenapa terburu-buru?” tanyaku. “Maaf tapi aku harus pergi.
Sampai jumpa lagi.” Jawabnya. Lalu dia meninggalkanku seorang diri.
Seminggu
kemudian, aku pergi lagi kesana, tepat di jam yang sama. Ketika aku samapai,
aku melihat Orang itu lagi. Aku segera pergi kesana. “Hai, boleh aku duduk?”
tanyaku. “Silakan.” Jawabnya singkat. Selama beberapa menit, kami saling
berdiam diri, menikmati suara debur ombak ataupun suara burung burung yang
terbang kesana kemari. Karena penasaran, akhirnya akupun memulai pebicaraan
terlebih dahulu.
“Hai, boleh
aku tahu namamu?” Tanyaku sekenanya. “Iskandar” jawabnya singkat. “Itu saja? Ah
sudahlah. Yang penting aku sudah dapat namanya” pikirku. “Kamu siapa? Kamu
orang baru ya? Kok aku gak pernah liat kamu?” tanyaku bertubi tubi. Dia hanya
mengangguk. “segitu parahnya kah pendiamnya?” pikirku. “Lalu apa yang kau
lakukan disini? Apa kau tidak memiliki sesuatu yang harus dikerjakan?” Tanyaku
masih KEPO. “Gak ada.” “Lalu, apa yang
kau lakukan disini? Mencari kedamaian? Atau apa?” tanyaku. “Tidak ada”. Lalu,
Hpnya berbunyi kembali, seperti minggu lalu. “Maaf tapi harus pergi sekarang. Sampai jumpa lagi." katanya. Lalu dia pergi. aku terus menatap kepergiannya. "Ada apa dengan dia? Sepertinya dia agak aneh." Pikirku. Seminggu kemudian, aku pergi ke sana lagi. Tapi, minggu ini sepertinya dia tak datang ke tempat favoritku. Begitu pula beberapa minggu kemudian.
Setelah sebulan ia tak datang, akhirnya dia muncul juga. Kebetulan aku sudah sampai disana lebih dulu. "Hai, Ibnu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." Sapanya. Tak seperti biasanya dia berbicara duluan. Aku merasa ada yang aneh. "Hai, ada apa?" jawabku sekenanya. "Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan. Tapi yang pertama, aku minta maaf karena aku telah menghilang selama seminggu tanpa memberi tahumu apapun." katanya. "Gak perlu dipikirkan. santai saja. Tapi kenapa kau minta maaf? bukankah kita tidak pernah janji selalu bersama disini setiap minggu?" tanyaku. "Itu karena... kaulah satu-satuya teman yang kupunya disini." Jawabnya. "Satu-satunya teman? Apa maksudmu? Kau tidak punya teman lain selain aku?" tanyaku keheranan.
"Ya. Sebenarnya dua bulan yang lalu, aku baru saja pindah ke sini karena masalah pekerjaan ayah." Dia mulai bercerita. "Ketika itu aku tidak punya siapapun untuk diajak bermain atau semacamnya. Aku merasa kesepian, jadi aku putuskan untuk pergi kesini. Dan disaat itulah, aku bertemu dengan kamu." Dia Bercerita. "Lalu, kenapa tidak kamu berinteraksi dengan tetangga tetanggamu?" tanyaku. "Seperti yang kau tahu, aku sangatlah penakut, apalagi dengan orang yang sama sekali belum aku kenal."
"Jadi, aku ingin bertanya kepadamu satu hal, maukah kau jadi temanku?" tanyanya. Aku tak menduga kalau dia akan berbicara seperti itu. "Bukankah kita sudah berteman?" Aku malah balik tanya. "Iya, kita memang sudah berteman. Tapi, aku hanya ingin memastikan kalau kita memang benar-benar berteman atau tidak. Jadi, sekali lagi, maukah kau jadi temanku?" tanyanya sekali lagi. "Tentu saja!" Jawabku penuh dengan keyakinan.
Mulai saat itu, kami menjadi semakin akrab satu dengan yang lain. Saling berbagi cerita, bercanda bersama dan menghabiskan waktu bersama. Setahap demi setahap, kami menjalin sebuah hubungan, yaitu sebuah persahabatan sejati.
Setelah sebulan ia tak datang, akhirnya dia muncul juga. Kebetulan aku sudah sampai disana lebih dulu. "Hai, Ibnu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." Sapanya. Tak seperti biasanya dia berbicara duluan. Aku merasa ada yang aneh. "Hai, ada apa?" jawabku sekenanya. "Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan. Tapi yang pertama, aku minta maaf karena aku telah menghilang selama seminggu tanpa memberi tahumu apapun." katanya. "Gak perlu dipikirkan. santai saja. Tapi kenapa kau minta maaf? bukankah kita tidak pernah janji selalu bersama disini setiap minggu?" tanyaku. "Itu karena... kaulah satu-satuya teman yang kupunya disini." Jawabnya. "Satu-satunya teman? Apa maksudmu? Kau tidak punya teman lain selain aku?" tanyaku keheranan.
"Ya. Sebenarnya dua bulan yang lalu, aku baru saja pindah ke sini karena masalah pekerjaan ayah." Dia mulai bercerita. "Ketika itu aku tidak punya siapapun untuk diajak bermain atau semacamnya. Aku merasa kesepian, jadi aku putuskan untuk pergi kesini. Dan disaat itulah, aku bertemu dengan kamu." Dia Bercerita. "Lalu, kenapa tidak kamu berinteraksi dengan tetangga tetanggamu?" tanyaku. "Seperti yang kau tahu, aku sangatlah penakut, apalagi dengan orang yang sama sekali belum aku kenal."
"Jadi, aku ingin bertanya kepadamu satu hal, maukah kau jadi temanku?" tanyanya. Aku tak menduga kalau dia akan berbicara seperti itu. "Bukankah kita sudah berteman?" Aku malah balik tanya. "Iya, kita memang sudah berteman. Tapi, aku hanya ingin memastikan kalau kita memang benar-benar berteman atau tidak. Jadi, sekali lagi, maukah kau jadi temanku?" tanyanya sekali lagi. "Tentu saja!" Jawabku penuh dengan keyakinan.
Mulai saat itu, kami menjadi semakin akrab satu dengan yang lain. Saling berbagi cerita, bercanda bersama dan menghabiskan waktu bersama. Setahap demi setahap, kami menjalin sebuah hubungan, yaitu sebuah persahabatan sejati.
Komentar